Jumat, 09 Mei 2008

Urgensi Nasehat


Nabi kita Muhammad s.a.w. dalam sebuah sabdanya pernah mengatakan, bahwa “Al-dinu Al-nashihah”, agama adalah nasehat. Kata-kata ini, tidaklah terucap dari lisan Nabi, terkecuali memiliki nilai yang sangat penting – terkait dengan kemashahatan agama itu sendiri dan para pemeluknya. Kemudian, dalam surat Al-Ashr, surat yang ke -103 dari Al-Qur’an, yang senantiasa dibaca oleh para sahabat, dan mungkin oleh sebagian dari kita, Allah s.w.t:
“وتواصو بالحق وتواصوا بالصبر”,
Artinya: dan saling berpesanlah kalian (nasehat-menasihati) tentang kebenaran dan kesabaran.
Dari pernyataan nabi dan keterangan yang disuguhkan oleh Allah tersebut, maka sangat jelas bagi kita, bahwa nasehat… adalah hal yang sangat penting, bahkan menjadi prioritas. Karena nasehat adalah petunjuk, petuah, atau buah fikir yang baik untuk dijadikan pertimbangan bagi yang mendengarnya. Maka kalau kita perhatikan, salah satu dari sekian manhaj yang diterapkan oleh Islam, dalam rangka menyebarkan dakwah kepada Allah, adalah al-tarbiyah bi al-mauidzoh (pendidikan melalui nasehat).
Kalau kita mencoba untuk mengibaratkan, nasehat tak ubahnya seperti cincin permata atau kalung berlian. Agar cincin atau kalung tersebut menjadi lebih indah, elegan, eksotis, dan bermakna bagi seseorang, maka ada beberapa hal harus diperhatikan. Pertama, siapa yang memberikan cincin atau kalung tersebut. Kedua, pada tangan atau leher siapa, cincin atau kalung tersebut dikenakan. Artinya, baik yang memberi atau yang menerima, kedua-duanya harus orang-orang yang tepat. Sehingga, sesuatu yang indah akan menjadi lebih indah. Sesuatu yang baik akan menjadi lebih baik lagi.
Karenanya, ketika Al-Imam Al-ghozali diminta untuk memberikan sebuah nasehat, beliau pernah mengatakan: “ Sesungguhnya, nasehat itu adalah zakat, dan nisabnya adalah mengambil pelajaran. Maka bagaimana mungkin, seseorang yang belum sampai nisab akan memberikan zakatnya? Bagaimana mungkin orang yang gelap kehidupannya akan menerangi jalan orang lain? dan bagaimana mungkin kayu yang bengkok akan memiliki bayang-bayang yang lurus? Demikian ungkap Al-Ghozali kepada Syekh Abu Fath bin salman. Maka, penulis berharap, mudah-mudahan apa yang telah dan akan ditulis di bog ini, sejatinya adalah nasihat yang datangnya dari Rasulullah s.a.w. dan dan orang-orang sholih lainnya, yang memiliki al-yaqiyyah dan ashlahiyyah dalam menyampaikan nasihat dan petunjuk hidup.
Setelah kita memahami tentang urgensi dan nilai positif dari sebuah nasehat, maka marilah kita bersama-sama merenungkan nasihat yang pernah disampaikan oleh Rasulullah s.a.w. kepada para sahabatnya. Rasulullah s.a.w. bersabda, yang artinya adalah sebagai berikut: “ Aku telah tinggalkan untukmu sekalian dua nasehat: 1) nasehat yang dapat berbicara, yaitu Al-Qur’an, dan 2) adalah nasehat yang tidak dapat berbicara (diam) yaitu kematian. Zaenuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, ketika mengomentari hadits tersebut, dalam bukunya su’al al-qobri, mengatakan: bahwa dengan kedua nasehat tersebut, yaitu Al-Qur’an dan kematian, setiap muslim akan memperoleh kecukupan. Sehingga, bagi siapa yang selalu mengambil pelajaran dari keduanya, akan selamat di dunia dan akhirat. Berikut adalah keistimewaan-keistimewaan yang dimiliki Al-Qur’an:
1. Al-Qur’an adalah jamuan Allah yang sangat lezat, dimana setiap muslim diperintahkan untuk menyantapnya dengan lahap.
القرآن مأدبة الله, فكلوا من مأدبته ماستطعتم (رواه البخارى ومسلم)
2. Al-Qur’an adalah satu-satunya kitab yang dapat memberikan syafaat di hari pembalasan, kepada siapa saja yang mau membaca, memahami, dan mengamalkan ajaran-ajarannya.
اقرأوا القرآن فإنه يأتى يوم القيامة شفيعا لأصحابه (رواه الترمذى)
3. Al-Qur’an adalah petunjuk hidup, obat hati dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.
وما أنزلنا عليك الكتاب إلا إلا لتبين لهم الذى اختلفوا فيه وهدى ورحمة لقوم يؤمنون(النحل: 63)
وننزل من القرأن ما هو شفاء ورحمة لما فى الصدور( الإسراء: 82)
Sedagkan kematian adalah sebuah keniscayaan yang pasti datangnya, dan akan dirasakan oleh setiap yang hidup. Allah berfirman dalam beberapa ayat yang berbeda di dalam Al-Qur’an sebagai berikut:
كل نفس ذائقة الموت
Setiap jiwa akan merasakan, bahwa kematian membawa konsekwensi yang sangat berat, terkait dengan perlakuan dan perbuatan seseorang selama di dunia.
أينما تكونوا يدرككم الموت, ولو كنتم فى بروج مشيدة.
قل, فإن الموت الذى تفرون منه فإنه ملاقيكم
Betapapun cinta seseorang terhadap dunia dan seluruh kemewahan yang ada di dalamnya – baik harta, keluarga ataupun yang lainnya – kalau ajal sudah menjelang, maka kematian itu akan datang. Tapi, tak seorangpun beroleh pengetahuan tentang kapan, dan dimana dirinya akan meninggal. Allah berfirman:
وما تدرى نفس, مذا تكسب غدا, وما تدرى نفس بأى أرض تموت.
“Setiap yang hidup, pasti akan akan mati”. Inilah sebuah postulat yang tidak disangsikan lagi kebenarannya oleh seorangpun – dari dulu hingga sekarang. Lalu, apakah gunanya nasihat dari Rasul tesebut? Sebenarnya, yang menjadi initi dari nasehatnya adalah, beliau ingin mengingatkan kita, tentang apa yang sudah dan akan kita persiapkan ketika menghadap Allah s.w.t. Karena inilah yang banyak kita lupakan. Sahabat Anas bernah berkata, Rasulullah s.a.w. bersabda: “Setiap manusia akan menjadi tua, tapi, ada dua perkara yang tidak akan pernah tua, yaitu: keinginan terhadap harta, dan keinginan untuk (selalu) berumur panjang”. (HR. Bukhori Muslim)
Dari nasihat Rasul tadi, kita dapat menarik kesimpulan, bahwa manusia – secara garis beras - terbagi menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama, adalah mereka yang perhatiannya selalu tertuju pada realita kehidupan dunia, dan mereka selalu berangan-angan untuk berumur panjang, tanpa memikirkan akhir hayatnya. Orang-orang seperti ini, tak ubahnya seperti para buruh, atau para pekerja yang super sibuk dengan masalah-masalah keduniaannya. Tapi sebenarnya, mereka adalah pengangguran, bahkan gelandangan untuk masalah-masalah keakhiratan. Mereka hanya berpayah-payah dan meletihkan badan, tanpa hasil yang berguna. Karena setelah itu, mau tidak mau, suka tidak suka, mereka harus menyerahkan badan mereka pada cacing-cacing dan belatung-belatung tanah. Sedang kelompok yang kedua, adalah orang-orang yang bijaksana, yang menjadikan akhir hayatnya sebagai bagian dari perhatiannya. Sehingga, mereka senantiasa berhati-hati dalam menjalani kehidupan, dan berkonsentrasi dalam menjalankan ketaatan. Mudah-mudahan, kita termasuk kedalam kelompok yang kedua ini. Amin!
n

Tidak ada komentar: