Minggu, 04 Mei 2008

HAJRUL QUR’AN

Kata “hajr” bisa disandingkan dengan kata “hijrah”. Karena keduanya, memiliki pengertian yang sama, yaitu meninggalkan. Hijrah yang senantiasa kita dengar, biasanya berkonotasi positif. Karena selalu diidentikan dengan perubahan kearah yang baik. Seperti hijrahnya Rasul dan para sahabatnya dari Makkah menuju Madinah, atau hijrahnya seorang muslim dari jalan syetan menuju jalan Allah. Tapi, dalam salah satu ayat al-Qur’an, Allah s.w.t. menggunakan kata hajr untuk sesuatu yang sangat negatif. yaitu, berkenaan dengan sikap Ummat Islam yag cenderung meninggalkan nilai dan ajaran Al-Qur’an. Atau, yang disebut oleh Muhammad Ali Al-Shobuni dengan Hajrul Qur’an.
Ketika Rasul masih hidup, beliau sudah melihat dengan mata kepalanya sendiri, bahwa Hajrul Qur’an memang benar-benar terjadi. Dan, inilah yang sangat membuncahkan kegundahan dan kegelisahan di hati beliau. Sehingga, dengan terus terang, beliau mengadukan hal ini kepada Allah s.wt., sebagaimana yang tercatat dalam surat Al-Furqon ayat 30: “ dan Rasul berkata: “ Tuhanku, sesungguhnya kaumku, talah meninggalkan Al-Qur’an”.Padahal, Al-Qur’an adalah jamuan Allah, dimana setiap muslim diperintahkan untuk menyantapnya dengan lahap (HR: Bukhori Muslim), kemulyaan Ummat Islam (HR: Tirmidzi), dan satu-satunya kitab yang dapat memberikan syafaat dihari pembalasan, kepada siapa saja yang mau membaca, memahami, dan mengimplementasikan ajaran-ajarannya (HR: Tirmidzi). Bahkan lebih jauh Allah menandaskan, bahwa Al-Qur’an adalah petunjuk hidup, obat hati dan rahmat bagi seluruh alam (QS: Yunus: 38 )
Kemudian, kaitannya dengan zaman kita, dimana Ummat Islam banyak bergumul dengan materialisme dan hedonisme, maka dapat dipastikan, bahwa Hajrul Qur’an akan semakin banyak terjadi. Tanda-tandanya sudah jelas dan nampak. Banyak diantara Ummat Islam, yang menganggap Al-Qur’an sebagai sesuatu yang usang dan lapuk, tanpa makna dan nilai. Al-Qur’an hanya sebagai penghias ruangan atau perpustakaan, yang kalah oleh buku dan bacaan lainnya. Atau, Al-Qur’an hanya sebatas bacaan untuk orang yang sudah meninggal, dan media untuk mengusir hantu dan setan. Padahal, tujuan diturunkannya Al-Qur’an adalah agar dapat memberikan peringatan kepada orang yang hidup, dan masih banyak lagi, sebagaimana tertera di atas. Karenanya, dengan nada yang cukup keras, seorang Ulama Kenanaan Islam, Ibnu Taemiyah, Mengatakan: “ Siapa yang tidak membaca Al-Qur’an, maka telah meninggalkannya; siapa yang membacanya, tapi tidak berusaha untuk memahami maknanya, maka iapun telah meninggalkannya; dan siapa yang telah membacanya, kemudian telah berusaha untuk memahami maknanya, tapi tidak mempraktekan nilai-nilainya dalam kehidupan sehari-hari, maka diapun telah meninggalkannya”.
Maka siapapun kita, yang menghendaki kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, tidak ada cara lain, kecuali dengan berpegang teguh kepada Al-Qur’an itu sendiri, disamping hadits Nabi. Karena keduanya adalah pusaka yang tidak akan pernah lekang dimakan waktu. Tapi sebaliknya, akan memberikan kesuburan di hati yang kering, ketercerahan pada jiwa yang gelap, dan petunjuk bagi diri yang sesat.
Kita contoh kehidupan Para Sahabat, yang tidak pernah kering bibirnya dari membaca Alqur’an, tidak pernah jenuh jiwa dan pikirannya dari semangat untuk memahami isi kandungannya, dan tidak pernah lepas seluruh aktifitasnya dari nilai dan ajarannya.Suatu kali, Rosul berjalan menyusuri kegelapan malam yang menggigil, menyusuri pemukiman para sahabat-sahabatnya, tiba-tiba langkahnya tertahan, serasa terpaku oleh sesuatu. Ternyata, dibalik malam yang sudah larut, di antara mata-mata yang sudah terpejam karena letih, masih terdengar olehnya sayup-sayup, suara orang yang sedang membaca dan memelajari Al-quran…subhanallah! Dengan demikian, kita berharap, mudah-mudahan Al-Qur’an dapat menjadi hujjah bagi kita, dihadapan Allah s.w.t, dan bukan sebaliknya (Hadits Shohih).

Tidak ada komentar: