Kamis, 21 Agustus 2008

Imam Syafi'i dan Seorang Ateis


Seorang ateis mendatangi majlis Imam Syafi'i r.a., kemudian dia mengatakan: "Bukti apa yang dapat anda tunjukan tentang eksistensi Allah?" Maka sang Imam pun menjawab: " Daun murbey memiliki satu rasa, satu warna, satu aroma, dan satu karakter; tapi, ketika dimakan oleh ulat sutra, maka akan menghasilkan serat sutra; ketika dimakan oleh lebah, maka akan mengeluarkan madu; ketika dimakan oleh kambing, maka akan menumbuhkan daging dan menambah air susunya; ketika dimakan oleh rusa, maka aka memberinya nutrisi, dan dari kulitnya keluar minyak kesturi. Siapakah yang menjadikan hal tersebut memiliki banyak kategori dan hasil berbeda, sedang asalnya hanyalah satu? Dialah Allah.

فتبارك الله أحسن الخالقين

Belajar Dari Semut

Semut adalah salah satu jenis serangga yang hidup secara berkoloni. Jenis ini – yang termasuk kedalam family Formicidae – ­ jika dilihat dari bentuknya, tampak mirip seperti lebah. Allah s.w.t. mengabadikan nama tersebut dengan menjadikannya sebagai salah satu nama surat (Surat Al-Naml). Ketika Nabi Sulaeman a.s. sedang mengadakan perjalanan bersama bala tentaranya, beliau sempat dibuat tergelak oleh “seekor ketua koloni semut” yang bertingkah polah seperti dirinya. Al-Qur’an mencatatnya sebagai berikut: “Seekor semut berkata, wahai para semut, masuklah kalian ke tempat masing-masing, agar tidak terinjak-injak oleh sulaeman dan bala tentaranya, sedang mereka tidak merasakan”. (QS. al-Naml:18)

Senada dengan al-Qur’an, science modern mengungkap, bahwa semut memiliki alat komunikasi tersendiri – berupa kode-kode khusus – yang dipergunakan untuk memahami antar satu dengan yang lainnya. Dengan demikian, semut-semut tersebut dapat menjalin kerjasama dengan baik, dan dapat pula memecahkan setiap problem yang ada dengan jalan musyawarah untuk mufakat – super organisme.

Ketika seekor semut mendapati makanan, maka dengan sigap akan langsung membawanya menuju sarangnya, baik untuk dibagikan secara langsung atau untuk disimpan sebagai cadangan makanan. Namun ketika tidak mampu membawanya, karena beban yang terlalu berat, maka hewan tersebut akan memanggil teman-temannya. Dan atas komandonya, sebagai penemu pertama – dalam barisan yang cukup panjang laksana devile pasukan – makanan tersebut akan dibawa secara bergantian – seperti sedang mengusung jenazah – menuju gudang penyimpanan makanan.

Dalam menyimpan makanan, jenis binatang ini memiliki intelegensia yang cukup tinggi. Dimana kalau makanannya berupa biji gandum, maka akan dibelahnya menjadi dua bagian, dan kalau berupa biji ketumbar, maka akan dibelahnya menjadi empat bagian. Hal ini dilakukan untuk menjaga agar biji-bijian tersebut tidak tumbuh dalam sarang yang berupa terowongan-terowongan di dalam tanah. Namun yang lebih mengherankan lagi, semut adalah satu-satunya hewan yang mengubur bangkai sesamanya setelah terjadi pertarungan – menunjukan rasa bela sungkawa dan tanggung jawab.

Agaknya, inilah yang menjadi alasan (hikmah) kenapa Allah s.w.t. mengabadikan karakter semut di dalam al-Qur’an. Tentunya, agar – dengan tamtsil tersebut – kita mampu mewujudkan tata laksana organisasi dan kepemimpinan yang baik. Sehingga, kemakmuran dan kesejahteraan hidup akan segera terwujud. “Sesungguhnya pada hal yang demikian itu, terdapat pelajaran bagi orang-orang yang memiliki hati atau menggunakan pendengarannya, sedang ia menyaksikan peristiwanya”. (QS. Qof:37).

Rabu, 20 Agustus 2008

ORANG-ORANG ASING DI MATA ALLAH

Akir-akhir ini, aliran-aliran keislaman cukup marak di Indonesia. Kita mendengar tentang Ahmadiyah, Islam Sejati, ajaran Salamullah, Al-Qur’an Suci, kemudian Al-Qiyadah Al-Islamiyah dan yang lainnya. Dimana kesemuanya muncul kepermukaan dengan membawa karakteristiknya masing-masing. Sehingga, tak jarang ajaran-ajarannya menyalahi apa yang sudah ditetapkan oleh Allah s.w.t. Maka pastinya, hal-hal tersebut akan sangat mengganggu, bahkan merusak perkembangan Islam yang hakiki, yang dikehendaki oleh Allah.s.w.t.

Bercampurnya ajaran-ajaran Islam yang murni dengan faham-faham lainnya – baik dulu maupun sekarang – adalah suatu keniscayaan yang tidak dapat kita ingkari lagi. Adapun sebabnya – yang membuat keislaman seseorang menjadi menyimpang dapat dikatakan melalui dua faktor. Pertama, extern (pengaruh yang berasal dari musuh-musuh Islam) dan kedua, intern (pengaruh yang berasal orang-orang Islam sendiri). Namun agaknya, penyimpangan atau kesesatan yang melanda ummat ini, banyak disebabkan oleh kalangan Islam sendiri, inilah yang sangat berbahaya. Karena satu logam besi, jika dipukul dengan jenis logam besi yang sama, akan terlihat jelas kerusakannya.

Setiap kita (sebagai orang awam), dapat melakukan penyimpangan-penyimpangan dari ajaran Islam yang sebenarnya, karena kebodohan dan kelalaian kita. Namun ini tidak seberapa, karena dampaknya hanya kepada diri kita pribadi. Tapi, kalau yang melakukan penyimpangan adalah seorang tokoh atau seorang ulama, maka akan sangat berbahaya, karena ajaran-ajarannya akan diikuti dan dijadikan sebagai petunjuk bahkan agama baru oleh para pengikutnya. Maka kalau sudah demikian, akan sangat susah untuk dihilangkan. Karena sebuah ideologi apaun bentuk dan macamnya, kalau sudah terlanjur muncul kepermukaan, maka akan sangat susah untuk dimusnahkan. karena pastinya, ada saja yang menjadi pengikut dan pembelanya. Ibarat pepatah arab mengatakan:

لكل ساقط لاقط

“setiap sesuatu yang jatuh, selalu ada pemungutnya”

Rasulullah s.a.w bersabda:

" إن الله تعالى يبعث لهذه الأمة على رأس كل ما ئة سنة من يجدد لها دينها" (حديث صحيح أحرجه أبو داود)

Sesungguhnya Allah s.w.t. Akan mengutus kepada ummat ini, di setiap penghujung abad (setiap seratus tahun sekali), orang-orang yang akan memperbaharui (urusan) agama mereka”.

Hadits Rasulullah tersebut, menyatakan tentang akan hadirnya para mujaddid (pembaharu) yang akan memperbaharui agama Allah. Dimana mereka didatangkan atau dihadirkan oleh Allah setiap seratus tahun sekali. Maka pertanyaannya adalah, apakah orang-orang yang menyatakan bahwa dirinya mendapat wahyu dari Allah, kemudian mengaku sebagai Nabi, ingkar terhadap sunnah, tidak mewajibkan sholat dan puasa, disebut sebagai mujaddid-mujaddid yang diutus oleh Allah s.w.t kepada kita? Jawabannya – pasti – bukan. Karena yang dimaksud tajdid disini, bukannya memperbaharui sesuatu yang fundamental, yang menjadi prinsip dalam agama kita, atau menghadirkan sesuatu yang baru yang menyalahi Al-Qur’an dan Sunnah, atau mencampuradukan ajaran-ajaran Islam dengan yang lainnya. Tapi yang dimaksud tajdid di sini adalah membersihkan Islam dari unsur-unsur luar yang merasukinya, sehingga Islam tampak jadid (baru) sebagai mana asalnya – sesuai dengan Al-Qur’an dan hadits.

Rasulullah s.a.w. Bersabda:

تركت فيكم أمرين لن تضلوا بعدى ما ان تمسكتم بهما, كتاب الله وسنة رسوله...

“ aku telah tinggalkan kepada kalian dua pusaka, dimana jika kalian berpegang teguh kepadanya, maka tidak akan pernah sesat, yaitu kitabullah dan sunnah rasulnya”

Maka, marilah kita menimbang apa yang kita lakukan dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Jika apa yang kita lakukan bersesuaian dengan keduanya, maka itulah kebenaran yang datangnya dari Allah, tapi kalau yang kita lakukan bertentangan dengan keduanya, maka itulah kesesatan yang harus kita hindari.

Allah s.w.t berfirman:

اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتى ورضيت لكمالإسلام دينا

Agama Islam yang kita peluk saat ini, adalah agama yang sudah disempurnakan ajaran-ajarannya oleh Allah s.w.t, sehingga akan selalu sesuai dengan tuntutan zaman, kapanpun dan dimanapun. Maka tidak perlu ditambah-tambahkan, atau dikurang-kurangkan.

Akhirnya, sebagai penutup dari tulisan yang singkat ini, marilah kita renungkan kembali hadits nabi berikut ini:

إن الإسلام بدأ غريبا وسيعود غريبا كما بدأ, فطوبى للغرباء, قيل من هم يا رسول الله؟ قال: الذين يصلحون إذ فسد الناس"

“sesungguhnya, Islam muncul sebagai agama yang asing, dan akan kembali (dianggap) asing seperti sedia kala, maka beruntunglah bagi orang-orang yang dianggap asing. Rasulullah s.a.w. ditanya, ‘siapakah orang-orang yang dianggap asing tersebut?”. Rasul menjawab:” mereka adalah orang-orang yang senantiasa berada dalam kebenaran, meskipun yang lain menyimpang”.

Mudah-mudahan kita termasuk kedalam golongan ummat Muhammad, yang selalu terpelihara dari hal-hal yang akan membuat kita semakin jauh dari ajaran-ajaran islam yang hakiki. Amin!

Papa Berjasa, Kaya Berderma

Allah S.W.T. berfirman dalam surat Al- Hasyr ayat ke 9:

والذين تبوؤا الدار والإيمان من قبلهم يحبون من هاجر إليهم ولا يجدون فى صدورهم حاجة مما أوتوا ويؤثرون على أنفسهم ولوكان بهم خصاصة. ومن يوق شح نفسه فأولئك هم المفلحون.

(dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum kedatangan mereka (orang-orang muhajirirn), mereka mencintai mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang-orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang muhajirin) atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka merekalah orang-orang yang beruntung).

Yang menjadi sabab al-nuzul, atau sebab turunnya ayat tersebut adalah... sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Huraeroh berikut ini:

Disebutkan, bahwa suatu hari Rasulullah s.a.w. kedatangan seorang tamu. Beliau menerimanya dengan baik, lalu mengutarakannya kepada istri-istrinya (agar dijamu). Tapi mereka berkata: ”kami tidak memiliki apa-apa selain air putih”. Kemudian Rasulullah mendatangi para sahabatnya seraya bersabda: ”siapakah yang mau menerima tamuku ini dan menjamunya?” salah satu sahabat dari golongan anshor berkata: ” saya, wahai Rasulullah.” sahabat tersebut kemudian bergegas membawa tamunya kerumahnya dan berpesan kepada istrinya dengan berkata: ”muliakanlah tamu Rasulullah ini”

Istrinya menjawab perlahan: ”kita tak punya apa-apa selain makanan untuk anak-anak kita.” suaminya berkata.”siapkan makananmu, nyalakan pelitamu, dan tidurkan anak-anakmu.” sebelum makan malam, sang istri menyiapkan makanan, menyalakan lampu, dan menidurkan anak-anaknya. Ketika akan makan, ia berdiri seolah akan memperbaiki lampu, agar terkesan bahwa dia dan suaminya juga seolah-olah sedang makan. Mereka berdua membunyikan alat makannya, didalam gelap gulita itu... Keduanya menahan lapar semalaman, karena jatahnya disediakan untuk tamu Rasulullah.

Keesokan harinya, sahabat Anshor tersebut menghadap Rasululullah. Maka Rasulullah bersabda: ”Allah sangat kagum dan tertawa (melihat) perbuatan kalian berdua.” lalu, Allah S.W.T. menurunkan ayat diatas...

Ayat yang tersebut diatas, secara tidak langsung, memuji kedermawanan dari seorang Anshor tadi, yang lebih mengutamakan orang lain karena kebutuhannya, dari pada diri dan keluarganya, ولو كان بهم خصاصة (meskipun, secara pribadi, mereka juga termasuk orang-orang yang sangat membutuhkan). Begitu agung sifat itsar, yang ditunjukan oleh sahabat tadi, sehingga Allah menjadi terkagum, dan tertawa, atas apa yang dilakukannya.

Dalam sebuah riwayat lain disebutkan, bahwa Qais bin Saad bin Ubadah yang terkenal sangat dermawan, ketika jatuh sakit, kawan-kawannya merasa malu untuk menjenguknya; karena mereka banyak berhutang kepadanya. Melihat kondisi tersebut, Qais berkata: ”semoga Allah menghinakan harta yang menghalang-halangi kawan-kawanku untuk menjengukku.” lalu, ia-pun menyuruh seseorang untuk memberitahu mereka, bahwa pada hari itu, hutang-hutang mereka telah dianngap lunas. Maka tak lama kemudian, datanglah kawan-kawannya untuk menjenguknya. Dan hampir saja, pintu rumahnya menjadi rusak, karena banyaknya orang yang berkunjung.

Melihat Kedalam (instrospeksi)

Ketika kita berdiri, bercermin pada ayat dan beberapa riwayat diatas, rasanya, kita malu, karena betapa jauhnya bayangan kita, dari apa yang dilukiskan oleh Allah dan Rasulnya. Bahkan, mungkin sebaliknya, kita adalah orang yang rakus dan tamak, orang yang tidak mau menengok kekiri dan kekanan, untuk berbagi dengan sesama. Yang ada hanyalah aku, aku dan aku, bagaimana kebutuhanku bisa terpenuhi. Bila perlu sikut kiri, sikut kanan, jilat atas injak bawah, bahkan, uang hasil korupsipun tak jadi masalah.

Kadang, kita terbutakan oleh keinginan dan napsu. Sebaliknya, kita menutup rapat hati dan pikiran kita, yang merupakan suara kebenaran dari Allah. Maka berhati-hatilah, ketika keinginan kita sudah melebihi apa yang kita butuhkan!!!

Mungkin, dalam menjalani kehidupan ini, kita hanya butuh satu rumah, tapi kita mau dua bahkan lebih. Mungkin, kita hanya butuh satu mobil, tapi kita mau dua bahkan lebih. Mungkin, kita hanya butuh satu posisi (jabatan), tapi kita mau semua jabatan. Dan, mungkin, kita hanya butuh satu pendamping hidup, tapi kita mau dua bahkan lebih.

Kaya Harta Kaya Amal

Hidup mewah dengan semua yang dihalalkan oleh Allah S.W.T., bukanlah sesuatu yang dilarang. Tapi, bukan berarti kita lantas lupa diri, dan menjadi seorang yang kikir.

Dalam Islam, kita mengenal sosok Imam Al-Laets ibn Saad, seorang ahli fikih terkemuka, yang sezaman dengan Imam Malik. Dalam kesehariannya, hidupnya sangat mewah, berbeda dengan Imam-Imam lainnya. Beliau menikmati semua yang halal, yang dianugrahkan oleh Allah kepadanya. Karena penghasilannya setiap hari, tidak kurang dari 100.000 dinar – jumlah yang sangat banyak. Namun demikian, beliau adalah seorang yang sangat dermawan. Setiap hari, tidak kurang dari 300 orang fakir miskin diberinya makan, diluar sahabat dan kawan-kawannya. Dan sebagaimana kebiasaanya, beliau tidak pernah memberikan sedekah kurang dari 50 dinar.

Suatu hari, seorang wanita datang kepadanya meminta satu rithl madu, untuk mengobati anaknya. Maka Al-laets, memerintahkan juru tulisnya, untuk memberinya, satu Mart (120 rithl). Juru tulisnya berkata: ” wanita itu hanya meminta satu Rithl, mengapa anda memberinya satu marth?”. Al-Laets pun menjawab: ” ia meminta menurut kadar keperluannya, maka saya memberinya menurut kadar kemampuan saya”.

Demikianlah pendiriannya, sehingga tidak heran, meskipun kekayaannya berlimpah, tapi setiap haul (akhir tauhun) sisa tidak pernah mencapai nishob (batas minimal dimana seseorang harus membayar zakat). Sehingga beliaulah orangnya, orang kaya yang tidak terkena taklif untuk membayar zakat. Bahkan dalam fatwanya beliau mengatakan: ” haram hukumnya bagi seorang muslim untuk menyimpan kekayaan, sebelum orang-orang yang disekelilingnya mencapai haddul kifaf (batas kecukupan)”. Dimana mereka bisa memenuhi kebutuhan pokoknya, tidak ada yang mengemis karena takut lapar, dan tidak ada yang menangis karena kelaparan.

إن ذلك لذكر لمن كان له قلب أو ألقى السمع وهو شهيد ( ق: 37)

(sesungguhnya, pada hal yang demikian itu, terdapat peringatan (pelajaran) bagi orang yang memiliki hati, dan menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya)

Maka marilah kita belajar untuk mendermakan apa yang kita miliki, semata mata karena Allah. Mungkin, kita tidak punya cukup harta, tapi kita punya tenaga. Mungkin, kita tidak cukup punya tenaga, tapi kita punya ilmu yang bisa didermakan. Demikian, dan seterusnya...