Tampilkan postingan dengan label Hikmah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hikmah. Tampilkan semua postingan

Kamis, 21 Agustus 2008

Belajar Dari Semut

Semut adalah salah satu jenis serangga yang hidup secara berkoloni. Jenis ini – yang termasuk kedalam family Formicidae – ­ jika dilihat dari bentuknya, tampak mirip seperti lebah. Allah s.w.t. mengabadikan nama tersebut dengan menjadikannya sebagai salah satu nama surat (Surat Al-Naml). Ketika Nabi Sulaeman a.s. sedang mengadakan perjalanan bersama bala tentaranya, beliau sempat dibuat tergelak oleh “seekor ketua koloni semut” yang bertingkah polah seperti dirinya. Al-Qur’an mencatatnya sebagai berikut: “Seekor semut berkata, wahai para semut, masuklah kalian ke tempat masing-masing, agar tidak terinjak-injak oleh sulaeman dan bala tentaranya, sedang mereka tidak merasakan”. (QS. al-Naml:18)

Senada dengan al-Qur’an, science modern mengungkap, bahwa semut memiliki alat komunikasi tersendiri – berupa kode-kode khusus – yang dipergunakan untuk memahami antar satu dengan yang lainnya. Dengan demikian, semut-semut tersebut dapat menjalin kerjasama dengan baik, dan dapat pula memecahkan setiap problem yang ada dengan jalan musyawarah untuk mufakat – super organisme.

Ketika seekor semut mendapati makanan, maka dengan sigap akan langsung membawanya menuju sarangnya, baik untuk dibagikan secara langsung atau untuk disimpan sebagai cadangan makanan. Namun ketika tidak mampu membawanya, karena beban yang terlalu berat, maka hewan tersebut akan memanggil teman-temannya. Dan atas komandonya, sebagai penemu pertama – dalam barisan yang cukup panjang laksana devile pasukan – makanan tersebut akan dibawa secara bergantian – seperti sedang mengusung jenazah – menuju gudang penyimpanan makanan.

Dalam menyimpan makanan, jenis binatang ini memiliki intelegensia yang cukup tinggi. Dimana kalau makanannya berupa biji gandum, maka akan dibelahnya menjadi dua bagian, dan kalau berupa biji ketumbar, maka akan dibelahnya menjadi empat bagian. Hal ini dilakukan untuk menjaga agar biji-bijian tersebut tidak tumbuh dalam sarang yang berupa terowongan-terowongan di dalam tanah. Namun yang lebih mengherankan lagi, semut adalah satu-satunya hewan yang mengubur bangkai sesamanya setelah terjadi pertarungan – menunjukan rasa bela sungkawa dan tanggung jawab.

Agaknya, inilah yang menjadi alasan (hikmah) kenapa Allah s.w.t. mengabadikan karakter semut di dalam al-Qur’an. Tentunya, agar – dengan tamtsil tersebut – kita mampu mewujudkan tata laksana organisasi dan kepemimpinan yang baik. Sehingga, kemakmuran dan kesejahteraan hidup akan segera terwujud. “Sesungguhnya pada hal yang demikian itu, terdapat pelajaran bagi orang-orang yang memiliki hati atau menggunakan pendengarannya, sedang ia menyaksikan peristiwanya”. (QS. Qof:37).

Rabu, 20 Agustus 2008

ORANG-ORANG ASING DI MATA ALLAH

Akir-akhir ini, aliran-aliran keislaman cukup marak di Indonesia. Kita mendengar tentang Ahmadiyah, Islam Sejati, ajaran Salamullah, Al-Qur’an Suci, kemudian Al-Qiyadah Al-Islamiyah dan yang lainnya. Dimana kesemuanya muncul kepermukaan dengan membawa karakteristiknya masing-masing. Sehingga, tak jarang ajaran-ajarannya menyalahi apa yang sudah ditetapkan oleh Allah s.w.t. Maka pastinya, hal-hal tersebut akan sangat mengganggu, bahkan merusak perkembangan Islam yang hakiki, yang dikehendaki oleh Allah.s.w.t.

Bercampurnya ajaran-ajaran Islam yang murni dengan faham-faham lainnya – baik dulu maupun sekarang – adalah suatu keniscayaan yang tidak dapat kita ingkari lagi. Adapun sebabnya – yang membuat keislaman seseorang menjadi menyimpang dapat dikatakan melalui dua faktor. Pertama, extern (pengaruh yang berasal dari musuh-musuh Islam) dan kedua, intern (pengaruh yang berasal orang-orang Islam sendiri). Namun agaknya, penyimpangan atau kesesatan yang melanda ummat ini, banyak disebabkan oleh kalangan Islam sendiri, inilah yang sangat berbahaya. Karena satu logam besi, jika dipukul dengan jenis logam besi yang sama, akan terlihat jelas kerusakannya.

Setiap kita (sebagai orang awam), dapat melakukan penyimpangan-penyimpangan dari ajaran Islam yang sebenarnya, karena kebodohan dan kelalaian kita. Namun ini tidak seberapa, karena dampaknya hanya kepada diri kita pribadi. Tapi, kalau yang melakukan penyimpangan adalah seorang tokoh atau seorang ulama, maka akan sangat berbahaya, karena ajaran-ajarannya akan diikuti dan dijadikan sebagai petunjuk bahkan agama baru oleh para pengikutnya. Maka kalau sudah demikian, akan sangat susah untuk dihilangkan. Karena sebuah ideologi apaun bentuk dan macamnya, kalau sudah terlanjur muncul kepermukaan, maka akan sangat susah untuk dimusnahkan. karena pastinya, ada saja yang menjadi pengikut dan pembelanya. Ibarat pepatah arab mengatakan:

لكل ساقط لاقط

“setiap sesuatu yang jatuh, selalu ada pemungutnya”

Rasulullah s.a.w bersabda:

" إن الله تعالى يبعث لهذه الأمة على رأس كل ما ئة سنة من يجدد لها دينها" (حديث صحيح أحرجه أبو داود)

Sesungguhnya Allah s.w.t. Akan mengutus kepada ummat ini, di setiap penghujung abad (setiap seratus tahun sekali), orang-orang yang akan memperbaharui (urusan) agama mereka”.

Hadits Rasulullah tersebut, menyatakan tentang akan hadirnya para mujaddid (pembaharu) yang akan memperbaharui agama Allah. Dimana mereka didatangkan atau dihadirkan oleh Allah setiap seratus tahun sekali. Maka pertanyaannya adalah, apakah orang-orang yang menyatakan bahwa dirinya mendapat wahyu dari Allah, kemudian mengaku sebagai Nabi, ingkar terhadap sunnah, tidak mewajibkan sholat dan puasa, disebut sebagai mujaddid-mujaddid yang diutus oleh Allah s.w.t kepada kita? Jawabannya – pasti – bukan. Karena yang dimaksud tajdid disini, bukannya memperbaharui sesuatu yang fundamental, yang menjadi prinsip dalam agama kita, atau menghadirkan sesuatu yang baru yang menyalahi Al-Qur’an dan Sunnah, atau mencampuradukan ajaran-ajaran Islam dengan yang lainnya. Tapi yang dimaksud tajdid di sini adalah membersihkan Islam dari unsur-unsur luar yang merasukinya, sehingga Islam tampak jadid (baru) sebagai mana asalnya – sesuai dengan Al-Qur’an dan hadits.

Rasulullah s.a.w. Bersabda:

تركت فيكم أمرين لن تضلوا بعدى ما ان تمسكتم بهما, كتاب الله وسنة رسوله...

“ aku telah tinggalkan kepada kalian dua pusaka, dimana jika kalian berpegang teguh kepadanya, maka tidak akan pernah sesat, yaitu kitabullah dan sunnah rasulnya”

Maka, marilah kita menimbang apa yang kita lakukan dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Jika apa yang kita lakukan bersesuaian dengan keduanya, maka itulah kebenaran yang datangnya dari Allah, tapi kalau yang kita lakukan bertentangan dengan keduanya, maka itulah kesesatan yang harus kita hindari.

Allah s.w.t berfirman:

اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتى ورضيت لكمالإسلام دينا

Agama Islam yang kita peluk saat ini, adalah agama yang sudah disempurnakan ajaran-ajarannya oleh Allah s.w.t, sehingga akan selalu sesuai dengan tuntutan zaman, kapanpun dan dimanapun. Maka tidak perlu ditambah-tambahkan, atau dikurang-kurangkan.

Akhirnya, sebagai penutup dari tulisan yang singkat ini, marilah kita renungkan kembali hadits nabi berikut ini:

إن الإسلام بدأ غريبا وسيعود غريبا كما بدأ, فطوبى للغرباء, قيل من هم يا رسول الله؟ قال: الذين يصلحون إذ فسد الناس"

“sesungguhnya, Islam muncul sebagai agama yang asing, dan akan kembali (dianggap) asing seperti sedia kala, maka beruntunglah bagi orang-orang yang dianggap asing. Rasulullah s.a.w. ditanya, ‘siapakah orang-orang yang dianggap asing tersebut?”. Rasul menjawab:” mereka adalah orang-orang yang senantiasa berada dalam kebenaran, meskipun yang lain menyimpang”.

Mudah-mudahan kita termasuk kedalam golongan ummat Muhammad, yang selalu terpelihara dari hal-hal yang akan membuat kita semakin jauh dari ajaran-ajaran islam yang hakiki. Amin!

Papa Berjasa, Kaya Berderma

Allah S.W.T. berfirman dalam surat Al- Hasyr ayat ke 9:

والذين تبوؤا الدار والإيمان من قبلهم يحبون من هاجر إليهم ولا يجدون فى صدورهم حاجة مما أوتوا ويؤثرون على أنفسهم ولوكان بهم خصاصة. ومن يوق شح نفسه فأولئك هم المفلحون.

(dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum kedatangan mereka (orang-orang muhajirirn), mereka mencintai mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang-orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang muhajirin) atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka merekalah orang-orang yang beruntung).

Yang menjadi sabab al-nuzul, atau sebab turunnya ayat tersebut adalah... sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Huraeroh berikut ini:

Disebutkan, bahwa suatu hari Rasulullah s.a.w. kedatangan seorang tamu. Beliau menerimanya dengan baik, lalu mengutarakannya kepada istri-istrinya (agar dijamu). Tapi mereka berkata: ”kami tidak memiliki apa-apa selain air putih”. Kemudian Rasulullah mendatangi para sahabatnya seraya bersabda: ”siapakah yang mau menerima tamuku ini dan menjamunya?” salah satu sahabat dari golongan anshor berkata: ” saya, wahai Rasulullah.” sahabat tersebut kemudian bergegas membawa tamunya kerumahnya dan berpesan kepada istrinya dengan berkata: ”muliakanlah tamu Rasulullah ini”

Istrinya menjawab perlahan: ”kita tak punya apa-apa selain makanan untuk anak-anak kita.” suaminya berkata.”siapkan makananmu, nyalakan pelitamu, dan tidurkan anak-anakmu.” sebelum makan malam, sang istri menyiapkan makanan, menyalakan lampu, dan menidurkan anak-anaknya. Ketika akan makan, ia berdiri seolah akan memperbaiki lampu, agar terkesan bahwa dia dan suaminya juga seolah-olah sedang makan. Mereka berdua membunyikan alat makannya, didalam gelap gulita itu... Keduanya menahan lapar semalaman, karena jatahnya disediakan untuk tamu Rasulullah.

Keesokan harinya, sahabat Anshor tersebut menghadap Rasululullah. Maka Rasulullah bersabda: ”Allah sangat kagum dan tertawa (melihat) perbuatan kalian berdua.” lalu, Allah S.W.T. menurunkan ayat diatas...

Ayat yang tersebut diatas, secara tidak langsung, memuji kedermawanan dari seorang Anshor tadi, yang lebih mengutamakan orang lain karena kebutuhannya, dari pada diri dan keluarganya, ولو كان بهم خصاصة (meskipun, secara pribadi, mereka juga termasuk orang-orang yang sangat membutuhkan). Begitu agung sifat itsar, yang ditunjukan oleh sahabat tadi, sehingga Allah menjadi terkagum, dan tertawa, atas apa yang dilakukannya.

Dalam sebuah riwayat lain disebutkan, bahwa Qais bin Saad bin Ubadah yang terkenal sangat dermawan, ketika jatuh sakit, kawan-kawannya merasa malu untuk menjenguknya; karena mereka banyak berhutang kepadanya. Melihat kondisi tersebut, Qais berkata: ”semoga Allah menghinakan harta yang menghalang-halangi kawan-kawanku untuk menjengukku.” lalu, ia-pun menyuruh seseorang untuk memberitahu mereka, bahwa pada hari itu, hutang-hutang mereka telah dianngap lunas. Maka tak lama kemudian, datanglah kawan-kawannya untuk menjenguknya. Dan hampir saja, pintu rumahnya menjadi rusak, karena banyaknya orang yang berkunjung.

Melihat Kedalam (instrospeksi)

Ketika kita berdiri, bercermin pada ayat dan beberapa riwayat diatas, rasanya, kita malu, karena betapa jauhnya bayangan kita, dari apa yang dilukiskan oleh Allah dan Rasulnya. Bahkan, mungkin sebaliknya, kita adalah orang yang rakus dan tamak, orang yang tidak mau menengok kekiri dan kekanan, untuk berbagi dengan sesama. Yang ada hanyalah aku, aku dan aku, bagaimana kebutuhanku bisa terpenuhi. Bila perlu sikut kiri, sikut kanan, jilat atas injak bawah, bahkan, uang hasil korupsipun tak jadi masalah.

Kadang, kita terbutakan oleh keinginan dan napsu. Sebaliknya, kita menutup rapat hati dan pikiran kita, yang merupakan suara kebenaran dari Allah. Maka berhati-hatilah, ketika keinginan kita sudah melebihi apa yang kita butuhkan!!!

Mungkin, dalam menjalani kehidupan ini, kita hanya butuh satu rumah, tapi kita mau dua bahkan lebih. Mungkin, kita hanya butuh satu mobil, tapi kita mau dua bahkan lebih. Mungkin, kita hanya butuh satu posisi (jabatan), tapi kita mau semua jabatan. Dan, mungkin, kita hanya butuh satu pendamping hidup, tapi kita mau dua bahkan lebih.

Kaya Harta Kaya Amal

Hidup mewah dengan semua yang dihalalkan oleh Allah S.W.T., bukanlah sesuatu yang dilarang. Tapi, bukan berarti kita lantas lupa diri, dan menjadi seorang yang kikir.

Dalam Islam, kita mengenal sosok Imam Al-Laets ibn Saad, seorang ahli fikih terkemuka, yang sezaman dengan Imam Malik. Dalam kesehariannya, hidupnya sangat mewah, berbeda dengan Imam-Imam lainnya. Beliau menikmati semua yang halal, yang dianugrahkan oleh Allah kepadanya. Karena penghasilannya setiap hari, tidak kurang dari 100.000 dinar – jumlah yang sangat banyak. Namun demikian, beliau adalah seorang yang sangat dermawan. Setiap hari, tidak kurang dari 300 orang fakir miskin diberinya makan, diluar sahabat dan kawan-kawannya. Dan sebagaimana kebiasaanya, beliau tidak pernah memberikan sedekah kurang dari 50 dinar.

Suatu hari, seorang wanita datang kepadanya meminta satu rithl madu, untuk mengobati anaknya. Maka Al-laets, memerintahkan juru tulisnya, untuk memberinya, satu Mart (120 rithl). Juru tulisnya berkata: ” wanita itu hanya meminta satu Rithl, mengapa anda memberinya satu marth?”. Al-Laets pun menjawab: ” ia meminta menurut kadar keperluannya, maka saya memberinya menurut kadar kemampuan saya”.

Demikianlah pendiriannya, sehingga tidak heran, meskipun kekayaannya berlimpah, tapi setiap haul (akhir tauhun) sisa tidak pernah mencapai nishob (batas minimal dimana seseorang harus membayar zakat). Sehingga beliaulah orangnya, orang kaya yang tidak terkena taklif untuk membayar zakat. Bahkan dalam fatwanya beliau mengatakan: ” haram hukumnya bagi seorang muslim untuk menyimpan kekayaan, sebelum orang-orang yang disekelilingnya mencapai haddul kifaf (batas kecukupan)”. Dimana mereka bisa memenuhi kebutuhan pokoknya, tidak ada yang mengemis karena takut lapar, dan tidak ada yang menangis karena kelaparan.

إن ذلك لذكر لمن كان له قلب أو ألقى السمع وهو شهيد ( ق: 37)

(sesungguhnya, pada hal yang demikian itu, terdapat peringatan (pelajaran) bagi orang yang memiliki hati, dan menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya)

Maka marilah kita belajar untuk mendermakan apa yang kita miliki, semata mata karena Allah. Mungkin, kita tidak punya cukup harta, tapi kita punya tenaga. Mungkin, kita tidak cukup punya tenaga, tapi kita punya ilmu yang bisa didermakan. Demikian, dan seterusnya...

Jumat, 09 Mei 2008

Urgensi Nasehat


Nabi kita Muhammad s.a.w. dalam sebuah sabdanya pernah mengatakan, bahwa “Al-dinu Al-nashihah”, agama adalah nasehat. Kata-kata ini, tidaklah terucap dari lisan Nabi, terkecuali memiliki nilai yang sangat penting – terkait dengan kemashahatan agama itu sendiri dan para pemeluknya. Kemudian, dalam surat Al-Ashr, surat yang ke -103 dari Al-Qur’an, yang senantiasa dibaca oleh para sahabat, dan mungkin oleh sebagian dari kita, Allah s.w.t:
“وتواصو بالحق وتواصوا بالصبر”,
Artinya: dan saling berpesanlah kalian (nasehat-menasihati) tentang kebenaran dan kesabaran.
Dari pernyataan nabi dan keterangan yang disuguhkan oleh Allah tersebut, maka sangat jelas bagi kita, bahwa nasehat… adalah hal yang sangat penting, bahkan menjadi prioritas. Karena nasehat adalah petunjuk, petuah, atau buah fikir yang baik untuk dijadikan pertimbangan bagi yang mendengarnya. Maka kalau kita perhatikan, salah satu dari sekian manhaj yang diterapkan oleh Islam, dalam rangka menyebarkan dakwah kepada Allah, adalah al-tarbiyah bi al-mauidzoh (pendidikan melalui nasehat).
Kalau kita mencoba untuk mengibaratkan, nasehat tak ubahnya seperti cincin permata atau kalung berlian. Agar cincin atau kalung tersebut menjadi lebih indah, elegan, eksotis, dan bermakna bagi seseorang, maka ada beberapa hal harus diperhatikan. Pertama, siapa yang memberikan cincin atau kalung tersebut. Kedua, pada tangan atau leher siapa, cincin atau kalung tersebut dikenakan. Artinya, baik yang memberi atau yang menerima, kedua-duanya harus orang-orang yang tepat. Sehingga, sesuatu yang indah akan menjadi lebih indah. Sesuatu yang baik akan menjadi lebih baik lagi.
Karenanya, ketika Al-Imam Al-ghozali diminta untuk memberikan sebuah nasehat, beliau pernah mengatakan: “ Sesungguhnya, nasehat itu adalah zakat, dan nisabnya adalah mengambil pelajaran. Maka bagaimana mungkin, seseorang yang belum sampai nisab akan memberikan zakatnya? Bagaimana mungkin orang yang gelap kehidupannya akan menerangi jalan orang lain? dan bagaimana mungkin kayu yang bengkok akan memiliki bayang-bayang yang lurus? Demikian ungkap Al-Ghozali kepada Syekh Abu Fath bin salman. Maka, penulis berharap, mudah-mudahan apa yang telah dan akan ditulis di bog ini, sejatinya adalah nasihat yang datangnya dari Rasulullah s.a.w. dan dan orang-orang sholih lainnya, yang memiliki al-yaqiyyah dan ashlahiyyah dalam menyampaikan nasihat dan petunjuk hidup.
Setelah kita memahami tentang urgensi dan nilai positif dari sebuah nasehat, maka marilah kita bersama-sama merenungkan nasihat yang pernah disampaikan oleh Rasulullah s.a.w. kepada para sahabatnya. Rasulullah s.a.w. bersabda, yang artinya adalah sebagai berikut: “ Aku telah tinggalkan untukmu sekalian dua nasehat: 1) nasehat yang dapat berbicara, yaitu Al-Qur’an, dan 2) adalah nasehat yang tidak dapat berbicara (diam) yaitu kematian. Zaenuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari, ketika mengomentari hadits tersebut, dalam bukunya su’al al-qobri, mengatakan: bahwa dengan kedua nasehat tersebut, yaitu Al-Qur’an dan kematian, setiap muslim akan memperoleh kecukupan. Sehingga, bagi siapa yang selalu mengambil pelajaran dari keduanya, akan selamat di dunia dan akhirat. Berikut adalah keistimewaan-keistimewaan yang dimiliki Al-Qur’an:
1. Al-Qur’an adalah jamuan Allah yang sangat lezat, dimana setiap muslim diperintahkan untuk menyantapnya dengan lahap.
القرآن مأدبة الله, فكلوا من مأدبته ماستطعتم (رواه البخارى ومسلم)
2. Al-Qur’an adalah satu-satunya kitab yang dapat memberikan syafaat di hari pembalasan, kepada siapa saja yang mau membaca, memahami, dan mengamalkan ajaran-ajarannya.
اقرأوا القرآن فإنه يأتى يوم القيامة شفيعا لأصحابه (رواه الترمذى)
3. Al-Qur’an adalah petunjuk hidup, obat hati dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.
وما أنزلنا عليك الكتاب إلا إلا لتبين لهم الذى اختلفوا فيه وهدى ورحمة لقوم يؤمنون(النحل: 63)
وننزل من القرأن ما هو شفاء ورحمة لما فى الصدور( الإسراء: 82)
Sedagkan kematian adalah sebuah keniscayaan yang pasti datangnya, dan akan dirasakan oleh setiap yang hidup. Allah berfirman dalam beberapa ayat yang berbeda di dalam Al-Qur’an sebagai berikut:
كل نفس ذائقة الموت
Setiap jiwa akan merasakan, bahwa kematian membawa konsekwensi yang sangat berat, terkait dengan perlakuan dan perbuatan seseorang selama di dunia.
أينما تكونوا يدرككم الموت, ولو كنتم فى بروج مشيدة.
قل, فإن الموت الذى تفرون منه فإنه ملاقيكم
Betapapun cinta seseorang terhadap dunia dan seluruh kemewahan yang ada di dalamnya – baik harta, keluarga ataupun yang lainnya – kalau ajal sudah menjelang, maka kematian itu akan datang. Tapi, tak seorangpun beroleh pengetahuan tentang kapan, dan dimana dirinya akan meninggal. Allah berfirman:
وما تدرى نفس, مذا تكسب غدا, وما تدرى نفس بأى أرض تموت.
“Setiap yang hidup, pasti akan akan mati”. Inilah sebuah postulat yang tidak disangsikan lagi kebenarannya oleh seorangpun – dari dulu hingga sekarang. Lalu, apakah gunanya nasihat dari Rasul tesebut? Sebenarnya, yang menjadi initi dari nasehatnya adalah, beliau ingin mengingatkan kita, tentang apa yang sudah dan akan kita persiapkan ketika menghadap Allah s.w.t. Karena inilah yang banyak kita lupakan. Sahabat Anas bernah berkata, Rasulullah s.a.w. bersabda: “Setiap manusia akan menjadi tua, tapi, ada dua perkara yang tidak akan pernah tua, yaitu: keinginan terhadap harta, dan keinginan untuk (selalu) berumur panjang”. (HR. Bukhori Muslim)
Dari nasihat Rasul tadi, kita dapat menarik kesimpulan, bahwa manusia – secara garis beras - terbagi menjadi 2 kelompok. Kelompok pertama, adalah mereka yang perhatiannya selalu tertuju pada realita kehidupan dunia, dan mereka selalu berangan-angan untuk berumur panjang, tanpa memikirkan akhir hayatnya. Orang-orang seperti ini, tak ubahnya seperti para buruh, atau para pekerja yang super sibuk dengan masalah-masalah keduniaannya. Tapi sebenarnya, mereka adalah pengangguran, bahkan gelandangan untuk masalah-masalah keakhiratan. Mereka hanya berpayah-payah dan meletihkan badan, tanpa hasil yang berguna. Karena setelah itu, mau tidak mau, suka tidak suka, mereka harus menyerahkan badan mereka pada cacing-cacing dan belatung-belatung tanah. Sedang kelompok yang kedua, adalah orang-orang yang bijaksana, yang menjadikan akhir hayatnya sebagai bagian dari perhatiannya. Sehingga, mereka senantiasa berhati-hati dalam menjalani kehidupan, dan berkonsentrasi dalam menjalankan ketaatan. Mudah-mudahan, kita termasuk kedalam kelompok yang kedua ini. Amin!
n

Minggu, 04 Mei 2008

SI PENCURI SHOLAT

Kedudukan sholat dalam Islam, sangatlah penting. Kalau Islam diibaratkan dengan sebuah rumah atau bangunan, maka sholat adalah pilarnya, yang akan menyanggah dan menegakan setiap sisi dari rumah atau bangunan tersebut. Sehingga, tampaklah rumah tersebut sebagai sebuah bangunan yang sangat kokoh dan kuat, baik dari terpaan angin, hujan, bahkan gempa bumi sekalipun.
Karenanya, tidaklah berlebihan kalau Nabi pernah mewanti-wanti, bawha “sholat adalah tiang agama. Siapa yang mendirikannya, maka telah menegakan dan menopang eksistensi agama itu sendiri, dan siapa yang melalaikannya (meninggalkan dengan sengaja), maka telah membiarkannya jatuh dan ambruk”.
Kalaulah Nabi pernah berm’raj menuju Allah s.w.t. secara langsung, maka sebenarnya, sholat merupakan mediasi bagi setiap muslim, agar dapat mi’raj dan menuju kepada-Nya. Karena ketika seorang muslim menunaikan sholat, maka jiwa dan fikirnya akan naik, membumbung, dan berpindah dari alam materi menuju alam yang sangat tinggi, jernih, lagi suci. Dengan demikian, seorang muslim dapat berkomunikasi secara langsung dengan Tuhannya, berpengharapan, dan berkomitmen dalam menjalani hidup dan kehidupan.
Maka sudah selayaknya kalau setiap muslim menjadikan sholat sebagai sumber inspirasi, penenang jiwa, dan problem solver atas setiap permasalahan yang dihadapinya (qurrota aen). Meskipun demikian, tidak setiap muslim terpanggil kesadaran jiwanya, untuk mereguk madu dan kelezatannya – dengan melaksanakannya. Allah berfirman: “Sesungguhnya sholat, amat sangat berat (untuk dilakukan), kecuali bagi orang-orang yang khsusyu dalam melaksanakannya” bahkan “Maka datanglah sepeninggal mereka, golongan yang menyia-nyiakan sholat, bahkan mereka cenderung mengikuti hawa nafsu, maka pantaslah kalau yang mereka temui adalah kesesatan”. (QS. Maryam, 59).
Dengan melihat realita yang ada, kita yakin bahwa sebagian besar dari kita – kaum muslimin – sudah melaksanakan sholat. Namun sungguh sayang disayang, sholatnya tidak dapat mengarahkan kepribadiannya kepada sesuatu yang baik. Mereka sholat tapi mereka juga berjudi. Mereka sholat tapi mereka juga korupsi. Mereka sholat tapi mereka juga menipu. Mereka sholat tapi mereka juga berbicara kotor. Dan demikian seterusnya. Padahal Allah berfirman: “Sesungguhnya sholat itu, akan mencegah dari segala yang keji dan mungkar”.
Sungguh, yang menjadi penyebab itu semua adalah, karena mereka kehilangan ruh atau inti dari sholat yang mereka kerjakan. Mereka tidak khusu’ dan thuma’nina dalam melaksanakannya. Sebaliknya, mereka bergerak seenaknya. Padahal nabi bersabda : “ Sesungguhnya, seburuk-buruk pencuri adalah orang yang mencuri sholatnya, yaitu: yang tidak menyempurnakan ruku, sujud, dan tidak pula mengerjakannya dengan khusyu. (HR. Muslim)Perumpamaan sholat mereka adalah, seperti pakaian rusak yang dilipat, yang kemudian dilemparkan kembali kepada sipemiliknya. Naudzu billah……
Maka, marilah kita belajar untuk memaksimalkan sholat kita, dengan menyempurnakan syarat dan rukunnya. Kemudian, melaksanakannnya dengan penuh kekhusyuan dan keikhlasan. Karena khusyu dalam sholat, tak ubahnya seperti kepala bagi tubuh. Kita tidak dapat berbuat apa-apa tanpa kepala. Dan sholat kitapun, tak cukup berarti tanpa kekhusyuan. Akhirnya, marilah kita berdo’a, semoga kita digolongkan kedalam hamba-hamba-Nya yang beruntung, yang senantiasa melaksanakan sholat dengan penuh kekhusuan dan keikhlasan.. Allah berfirman: “Sungguh sangat beruntung, orang-orang yang beriman, yang khusyu’ dalam mengerjakan sholatnya”. (QS. Al-Mu’minun, 1-2)

HAJRUL QUR’AN

Kata “hajr” bisa disandingkan dengan kata “hijrah”. Karena keduanya, memiliki pengertian yang sama, yaitu meninggalkan. Hijrah yang senantiasa kita dengar, biasanya berkonotasi positif. Karena selalu diidentikan dengan perubahan kearah yang baik. Seperti hijrahnya Rasul dan para sahabatnya dari Makkah menuju Madinah, atau hijrahnya seorang muslim dari jalan syetan menuju jalan Allah. Tapi, dalam salah satu ayat al-Qur’an, Allah s.w.t. menggunakan kata hajr untuk sesuatu yang sangat negatif. yaitu, berkenaan dengan sikap Ummat Islam yag cenderung meninggalkan nilai dan ajaran Al-Qur’an. Atau, yang disebut oleh Muhammad Ali Al-Shobuni dengan Hajrul Qur’an.
Ketika Rasul masih hidup, beliau sudah melihat dengan mata kepalanya sendiri, bahwa Hajrul Qur’an memang benar-benar terjadi. Dan, inilah yang sangat membuncahkan kegundahan dan kegelisahan di hati beliau. Sehingga, dengan terus terang, beliau mengadukan hal ini kepada Allah s.wt., sebagaimana yang tercatat dalam surat Al-Furqon ayat 30: “ dan Rasul berkata: “ Tuhanku, sesungguhnya kaumku, talah meninggalkan Al-Qur’an”.Padahal, Al-Qur’an adalah jamuan Allah, dimana setiap muslim diperintahkan untuk menyantapnya dengan lahap (HR: Bukhori Muslim), kemulyaan Ummat Islam (HR: Tirmidzi), dan satu-satunya kitab yang dapat memberikan syafaat dihari pembalasan, kepada siapa saja yang mau membaca, memahami, dan mengimplementasikan ajaran-ajarannya (HR: Tirmidzi). Bahkan lebih jauh Allah menandaskan, bahwa Al-Qur’an adalah petunjuk hidup, obat hati dan rahmat bagi seluruh alam (QS: Yunus: 38 )
Kemudian, kaitannya dengan zaman kita, dimana Ummat Islam banyak bergumul dengan materialisme dan hedonisme, maka dapat dipastikan, bahwa Hajrul Qur’an akan semakin banyak terjadi. Tanda-tandanya sudah jelas dan nampak. Banyak diantara Ummat Islam, yang menganggap Al-Qur’an sebagai sesuatu yang usang dan lapuk, tanpa makna dan nilai. Al-Qur’an hanya sebagai penghias ruangan atau perpustakaan, yang kalah oleh buku dan bacaan lainnya. Atau, Al-Qur’an hanya sebatas bacaan untuk orang yang sudah meninggal, dan media untuk mengusir hantu dan setan. Padahal, tujuan diturunkannya Al-Qur’an adalah agar dapat memberikan peringatan kepada orang yang hidup, dan masih banyak lagi, sebagaimana tertera di atas. Karenanya, dengan nada yang cukup keras, seorang Ulama Kenanaan Islam, Ibnu Taemiyah, Mengatakan: “ Siapa yang tidak membaca Al-Qur’an, maka telah meninggalkannya; siapa yang membacanya, tapi tidak berusaha untuk memahami maknanya, maka iapun telah meninggalkannya; dan siapa yang telah membacanya, kemudian telah berusaha untuk memahami maknanya, tapi tidak mempraktekan nilai-nilainya dalam kehidupan sehari-hari, maka diapun telah meninggalkannya”.
Maka siapapun kita, yang menghendaki kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat, tidak ada cara lain, kecuali dengan berpegang teguh kepada Al-Qur’an itu sendiri, disamping hadits Nabi. Karena keduanya adalah pusaka yang tidak akan pernah lekang dimakan waktu. Tapi sebaliknya, akan memberikan kesuburan di hati yang kering, ketercerahan pada jiwa yang gelap, dan petunjuk bagi diri yang sesat.
Kita contoh kehidupan Para Sahabat, yang tidak pernah kering bibirnya dari membaca Alqur’an, tidak pernah jenuh jiwa dan pikirannya dari semangat untuk memahami isi kandungannya, dan tidak pernah lepas seluruh aktifitasnya dari nilai dan ajarannya.Suatu kali, Rosul berjalan menyusuri kegelapan malam yang menggigil, menyusuri pemukiman para sahabat-sahabatnya, tiba-tiba langkahnya tertahan, serasa terpaku oleh sesuatu. Ternyata, dibalik malam yang sudah larut, di antara mata-mata yang sudah terpejam karena letih, masih terdengar olehnya sayup-sayup, suara orang yang sedang membaca dan memelajari Al-quran…subhanallah! Dengan demikian, kita berharap, mudah-mudahan Al-Qur’an dapat menjadi hujjah bagi kita, dihadapan Allah s.w.t, dan bukan sebaliknya (Hadits Shohih).